Saturday, December 16, 2017

Pandangan Pertama

Pandangan pertama. ya. aku percaya pada pepatah ini 'love at the first sight', cinta pada pandangan pertama. Beberapa kali aku merasakannya. Beberapa kali itu juga aku dibuat melayang bahkan dalam beberapa kali itu juga aku terjatuh, ya terjatuh sakit. itu karena, love at the first sight dengan mereka yang telah memiliki anak. huft.

Sebelumnya, aku adalah type wanita yang tidak memiliki kriteria apapun tentang calon pasanganku nanti. sama sekali tidak. aku selalu berpegangan kalau hatiku bilang yes itu tandanya aku akan menerima siapapun yang hatiku bilang dengan sepenuh hati.

Aku penyuka pandangan pertama dan telah beberapa kali aku merasakan hal ini.

Ia datang seperti petir ditengah hari yang terik dengan sinar matahari. Bagaimana tidak, diantara kami tidak ada satupun yang menginginkan kehadiran dia. Sama sekali tidak.
Ia datang dengan sebuah masalah yang ia dan teman-temannya buat dan isu itu menyebar seantero perusahaan kami. Awalnya aku pribadi tidak ingin ambil pusing soal mutasi yang dialaminya dan isu yang tengah beredar di perusahaan karena aku tidak sempat lagi memikirkan urusan orang lain karena urusan ku sendiri saja sudah banyak, bagaimana aku menyurusi urusan orang lain. ok balik ke topik hehe

Perkenalan yang menyenangkan. Ia menyebutkan namanya dan posisi dia saat itu. Dengan mengenakan baju merah maroon, celana bahan dan kacamata endorse-an ia terlihat begitu tampan. Akupun tak segan-segan menerima uluran tangannya untuk berkenalan.

Saat itu aku belum memiliki pikiran apapun tentangnya, belum. yaa bukan berarti tidak ya. dan benar saja, seiring berjalannya waktu, kami ditempatkan dalam satu program. ya kami satu program. Hal itu semakin aku bersemangat untuk bekerja. 

Suatu hari, aku merasa ada yang aneh. Aku perhatikan dia, sekujur tubuhnya dari atas kepala hingga sepatu yang ia kenakan, termasuk tangannya. dan ternyata, aku menemukan perhiasan emas yang melingkari jari manis kanannya, saat itu juga hatiku hancur. yaaaa, sangat hancur. 

Bagaimana bisa ketika hatiku berkata 'yes' namun kenyataan berkata lain. Aku adalah orang yang percaya, jika seseorang mengenakan cincin dijari kanannya maka ia sudah 'taken by'. Ia pun juga begitu. 

Setelah aku mengetahui semuanya, aku mencoba ikhlas, sangat ikhlas. Aku mencoba bersahabat dengan perasaanku sendiri, perasaan yang aku pendam, hingga saat ini. Hingga tulisan ini ada, entah akan dibaca olehnya atau tidak, aku berharap semoga saja tidak.

Setelah aku berdamai dengan perasaanku, aku mulai berteman baik dengannya. Dia baik, sangat baik. Kebetulan agamanya sama denganku, Muslim. Ketika waktu sholat tiba, kami saling mengingatkan untuk sholat, begitu setiap hari. 

Sempat aku digosipkan dengannya oleh teman-teman kantorku. ya mungkin kami merasa cocok dalam hal berdiskusi aku sebagai bawahannya dan dia atasanku, wajar saja kalau kita dekat. dan banyak yang membicarakan kami.

Pukul 9 malam waktunya kami untuk pulang kerumah. Rumahku berlokasi di Jakarta Selatan, sedangkan dia berada di Tangerang dan kantor kami berada di pusat Ibu Kota. Kebetulan arah rumahku dan kerumahnya sama, dan waktu itu dia menawarkan untuk pulang dengannya dan tentu saja aku turun dijalan dan melanjutkannya dengan transjakarta. Aku mengiyakan ajakannya. Kamipun pulang berboncengan menggunakan motornya. Disepanjang jalan kami berbincang banyak hal, seputar kantor, pekerjaan yang mengasikkan, bagaimana jadi jurnalis handal dan lain-lain. Dan tak luput perbincangan seputar radiopun kami bahas karena kami pernah terjun didunia radio, lagi lagi ia lebih senior dan aku? hanya apalah di radio kampus yang ditengah jalan aku memutuskan untuk keluar namun aku menyesal. Ya nasi telah menjadi bubur.

Kegiatan pulang kantor bersamapun sempat terjadi sekian lama, hampir 4 atau 5 bulan. Waktu yang tidak sebentar, banyak hal yang sudah kami ceritakan bersama. Tentu bukan sebagai seseorang yang menyukainya tapi aku menempatkan diriku sebagai seseorang pengagum. Ya aku telah menganggapnya seperti kakakku sendiri, ya kakak ku sendiri. Dia baik sekali.

Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dari kantor itu dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Semua prosesnya dilancarkan oleh Allah. Alhamdulillah.
Untuk urusan pindah kantor aku juga cerita padanya, diskusi panjang, baik buruk, masa depan nantinya dan ia memberi saran ambil saja, ya aku mendapatkan satu suara positif. Lalu aku bertanya pada orang tua, kakak, mereka bilang ya. Atas beberapa saran dari orang terdekatku, aku memutuskan untuk pindah kantor. 

Hingga berada di kantor baru, aku merasa ada yang ganjal, aku menghadapi kenyataan bahwa aku tidak akan mempunyai atasan sepertimu di kantor baruku. semua berbeda, tapi aku mensyukurinya.

Quotes:
Bersahabatlah dengan perasaanmu dan berdamailah dengannya, maka kamu akan mendapatkan perasaan yang jauh lebih damai dari yang kamu harapkan.

.
.
19 November 2016
.Jakarta, 247.


0 komentar: