Saturday, December 16, 2017

Teringatmu (lagi)

Pagi hari. Suatu kondisi dimana selalu aku rindukan. Sejuknya udara, merdunya kicauan burung tetangga, terbangun dari mimpi indah semalam dan lagi lagi terbangun dengan ingatan selalu tentangmu. Selalu tentangmu.

Sebenarnya aku bosan dan selalu berhenti untuk mengingatmu, namun aku tak tahu bagaimana caranya untuk melupakanmu, bahkan untuk tidak memunculkan namamu dibenakku saja aku tidak beradaya. Selalu saja terlintas.

Nama yang seharusnya sudah tidak boleh aku pikirkan. Nama yang sudah menjadi nama belakang di sebuah hadiah dalam pernikahan. Ya, saat ini kamu telah memiliki anak. Hasil pernihakanmu dengan dia, wanita yang kau kenal semasa kamu kuliah. Wanita yang selalu kamu rindukan saat kamu dan dia belum resmi.

Saat undangan berlogo khas Sumatera Barat itu ada di mejaku, saat itu aku berdoa itu bukan darimu, bukan undangan kamu dengannya. bukan. tapi ternyata aku salah. ketika aku mengangkat undangan itu, nama yang ku lihat pertama kali adalah nama mempelai pria, benar saja namamu tertulis disana, diundangan itu. Namamu bersanding dengan dia. Posisi mempelai wanita sudah ku impikan sejak lama, namun aku menemui kenyataan bahwa bukan namaku yang berada diundangan itu.

Waktu pernikahanmu itu pun tiba. Tepat tanggal kesukaanku dibulan Desember kamu meminangnya, dengan lagi lagi baju dari daerah asal kalian berdua, ya kalian berdua. Bukan kamu dengan aku. Bukan. huft.

Kamu begitu gagah memakai baju kebangsaan daerahmu itu, sungguh gagah. Dalam ruangan itu yang dipenuhi dengan unsur daerah, khayalanku kembali menerawang. Seandainya saja yang bersanding dipelaminan itu aku dan kamu, pasti akan menjadi hari paling bahagia yang pernah aku rasakan. Kita menyalami semua undangan yang kita undang, termasuk sungkuman dengan kedua orang tua mu dan kedua orang tuaku. 

Kita berpelukan melakukan sesi foto, kamu melingkarkan maskawin dijari manisku, mencium keningku, dan kamu resmi menjadi suamiku dan imam dihidupku.

Kita tersenyum lebar dihari bahagia kita, tertawa bersama, celingak-celinguk melihat siapa tamu kita yang datang dan belum datang. Memandangi tamu yang sedang menikmati hidangan yang kita berikan untuk mereka, yang telah kita pilih bersama. Iya bersama.

Tapi kamu lakukan semua itu dengan dia, dengan dia. Bukan denganku. Dan khayalanku itupun buyar, saat ibuku mengajakku untuk bersalaman denganmu. Sebenarnya aku tidak mau, bahkan untuk menginjakkan kakiku di gedung resepsimu saja aku tak mau. Aku tak mau membuat hatiku makin teriris, makin terluka. Aku sudah terlalu lelah untuk menunggumu, tapi kenyataan kamu malah bersama yang lain. Iya, bersama dia.

20 November 2016
.Jakarta, 247.

0 komentar: